Jumat, 30 Januari 2015

5 Februari 2015, ULMWP Resmi Melamar ke MSG

Penulis : Yermias Degei | Kamis, 29 Januari 2015 13:05 Dibaca : 936   Komentar : 4
Octovianus Mote dalam wawancara dengan Lily Yulianty Farid dari ABC. Foto: ABC

Jayapura, MAJALAH SELANGKAH --
Selasa, 20 Januari 2015 lalu, seperti diberitakan majalahselangkah.com, Juru Bicara Internasional Unitied Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Persatuan Pergerakan Pembebasan untuk Papua Barat, Benny Wenda mengatakan, pihaknya akan mengajukan permohonan untuk bergabung dengan Melanesian Spearhead Group (MSG) pada bulan Februari 2015 mendatang.

Rencana pengajuan aplikasi kepada MSG itu benar-benar akan terwujud pada momen bersejarah bagi bangsa dan manusia Papua, yakni pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-160 Pekabaran Injil (PI) di Tanah Papua, 5 Februari 2015.

Dalam wawancara elektronik bersama majalahselangkah.com, siang ini, Kamis (29/1/15), Sekretaris Jenderal ULMWP, Octovianus Mote mengatakan, "Kami akan lamar secara resmi tanggal 5 Februari 2015, Hari Injil Masuk Tanah Papua."

"Kalau Injil masuk membebaskan jiwa manusia Papua pada 160 tahun lalu. Maka, 5 Februari 2015 kita lamar dengan keyakinan bahwa dengan jalur ini bagian akhir dari proses pembebasan manusia dan tanah Papua dari penjajahan Indonesia," kata Mote.

Terkait rencana itu, Mote meminta rakyat Papua yang tersebar dari Sorong - Samarai untuk mendukung dengan doa dan puasa. "Kami minta masyarakat mendukung dengan doa dan puasa," pintanya.

Tanggal 5 Februari 2015 telah dijadikan hari libur resmi dan cuti bersama di wilayah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Pada tanggal itu berbagai denominasi gereja di Papua akan menggelar ibadah syukur sebagaimana biasanya.

Diketahui, rencana pengajuan aplikasi ke MSG ini adalah rekomendasi Simposium di Saralana, Port Villa, Vanuatu, 30 November 6 Desember 2014 lalu.

Simposium di Saralana digelar sesuai keputusan yang dibuat oleh MSG di Papua New Guinea (PNG) pada Juni 2014 lalu. MSG meminta pemimpin organisasi perjuangan kemerdekaan Papua Barat harus lebih dahulu bersatu.

Kini, tiga faksi besar perjuangan Papua Barat, Negara Republik Federal West Papua (NRFPB), West Papua Natioanal Coalition For West Papua (WPNCL), West Papua Natioanal Parliament (WPNP/New Guinea Raad) telah bersatu di Saralana dan melahirkan ULMWP. (Baca: Ini Naskah Deklarasi Persatuan West Papua di Vanuatu).

Setelah bersatu, mereka telah menyatakan untuk mengajukan kembali aplikasi ke MSG melalui badan baru ini, ULMWP (Gabung ke Grup Facebook). (Yermias Degei/MS)

Presiden Belum Memberi Jawaban Pasti Bangun Smelter di Papua

Penulis : Admin MS | Jum'at, 30 Januari 2015 19:00 Dibaca : 161   Komentar : 0
Ilustrasi/Antara

Jakarta,MAJALAH SELANGKAH -- "Itu yang akan jadi pembicaraan antara ESDM dan Freeport. Pak JK kayaknya sudah berikan 3 arahan besar soal itu terkait dengan dana bagi hasil, pembangunan industri hulu hilir di sana terutama smelter."

Hal ini diungkapkan Seskab Andi Widjajanto di kompleks Istana Negara, Jumat, (30/1/15) seperti dirilis jpnn.com,edisi Jumat 30 Januari 2015.

Belum lama ini Gubernur Papua Lukas Enembe menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pembangunan smelter di Gresik. Menurut Gubernur Papua, pembangunan smelter itu dibangun di Papua.

"Smelter diharapkan dibangun di Papua, tapi sedang dihitung bagaimana kesiapan infrastruktur Papua untuk mendukung itu," tutur Andi.

Namun Presiden Joko Widodo belum memberikan jawaban pasti terkait permintaan Gubernur Papua, Lukas Enembe agar smelter PT Freeport tetap dibangun Papua.

Menurut Lukas tindakan pemerintah pusat warga Papua kecewa karena pemerintah mengizinkan pembangunan smelter tersebut di Gresik. Kalau tidak dibangun di Papua, Enembe menyatakan warga meminta Freeport keluar dari wilayah Bumi Cendrawasih tersebut. (Yohanes Kuayo/jpnn.com/Admin/MS)

Pekerja PBB Menilai Jokowi Punya Peluang Besar Damaikan Papua

Penulis : Admin MS | Jum'at, 30 Januari 2015 18:00 Dibaca : 246   Komentar : 0
Presiden Joko Widodo. Foto: idjoel.com

Jakarta, MAJALAH  SELANGKAH -- Pekerja perdamaian PBB untuk Afghanistan Agus Wandi mengatakan, penguatan perdamaian Indonesia saat ini bisa difokuskan terhadap Papua. Sebab sesungguhnya prospek perdamaian di Papua di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sangat terbuka lebar.

"Komitmen Presiden Jokowi sebagai sosok pemimpin yang inovatif dan populis sangat memudahkan untuk membangun kembali optimisme perdamaian di bumi Papua," ujar Agus dalam workshop internasional bertajuk Experiences and Lessons Learned from Asia, di Jakarta, Rabu (28/1/2014) lalu seperti dikutp news.liputan6.com.

Pria yang juga aktif sebagai UNDP Rapid Response Team untuk urusan resolusi konflik itu menambahkan, Indonesia patut dijadikan sebagai teladan succes story dalam penyelesaian konflik bersenjata. Kondisi damai yang kini dirasakan warga di Aceh, Ambon dan Poso tidak lepas dari kerja sama berbagai pihak dan kepemimpinan pemerintah dalam mengupayakan strategi bina damai secara dialogis, demokratis dan inklusif.

"Aceh, Ambon dan Poso saat ini adalah cerita sukses keberhasilan Indonesia dalam menyelesaikan konflik domestik. Ketiga daerah di Indonesia ini bisa menjadi inspirasi perdamaian bagi negara-negara, termasuk di Timur Tengah yang sedang mengalami konflik berkepanjangan," kata Agus.

Sementara Direktur Eksekutif Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) Dimas Oky Nugroho mengatakan, keberhasilan perdamaian yang berkelanjutan hanya akan terjadi jika bisa melibatkan partisipasi dialogis seluruh pihak, tidak hanya para elite pemimpinnya tapi juga
masyarakat sipil.

"Upaya dialogis-inklusif menjadi solusi dalam menyelesaikan konflik-konflik sosial. Karena itu, melalui acara ini kami mengharapkan upaya-upaya dialogis yang sehat dan rasional juga dapat menjadi inspirasi bagi penyelesaian berbagai konflik politik," imbuh Dimas.

Diketahui,  Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menghadiri Natal Nasional di Lapangan Mandala, Kota Jayapura, Papua, Sabtu (28/12/2014) lalu, menjanjikan, pemerintah akan menggunakan pendekatan lain di Papua.

"Saya melihat rakyat Papua tidak hanya butuh pelayanan kesehatan, tidak hanya butuh pelayanan pendidikan, tidak hanya pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan saja. Tapi, juga butuh didengar dan diajak bicara," kata Presiden saat itu.

"Kita akhiri konflik. Jangan ada kekerasan, marilah kita bersatu. Yang masih di dalam hutan, yang masih di atas gunung-gunung, marilah kita bersama-sama membangun Papua sebagai tanah yang damai," pinta Jokowi ketika itu. (Baca: Jokowi Janjikan Dialog di Papua).

Janji Jokowi untuk menggelar dialog Papua-Jakarta ini ditanggapi serius berbagai pihak di Papua. Dewan Adat Papua misalnya telah menegaskan, Jokowi jangn salah artikan dialog Papua-Jakarta. (Baca: Jokowi Jangan Salah Artikan Dialog Jakarta-Papua).

"Selama 52 tahun ini, Jakarta pahami konflik Papua sebagai akibat dari ketidakpuasan pembangunan, soal makan dan minum. Tapi, akar masalahnya adalah soal politik, ada masalah ideologi, ada masalah sejarah," kata Ketua Dewan Adat Papua Wilayah Meepago, Ruben Edowai dikutip majalahselangkah.com.

"Kami mau niat baik Pak Presiden dan Wakil Presiden ini tidak boleh disalahartikan oleh bawahannya. Nanti membelok menjadi dialog pembangunan. Jokowi datang bicara-bicara dengan DPRP, Gubernur, datang ke pasar baru dia bicara-bicara dengan mama-mama Papua. Lalu, kembali ke Jakarta bikin jumpa pers dan dia kastau sudah dialog dengan rakyat Papua, serta dia buat program. Itu bukan yang diinginkan rakyat Papua," katanya.

Kata dia, yang diinginkan rakyat Papua adalah penyelesaian masalah Papua yang berumur 52 tahun lebih ini secara komprehensif melalui dialog internasional Papua-Jakart yang digelar di negara netral dan dimediasi oleh pihak ketiga yang netral pula. (GE/003/Admin/MS)

Selasa, 27 Januari 2015

Kapung Halaman ku di Mudlik Ima

























 ini lah kapung halamanku



Areki Wanimbo: Saya Menangis Sedih Akan Nasib Orang Papua

Areki Wanimbo: Saya Menangis Sedih Akan Nasib Orang Papua

papua
KETIKA dua wartawan Perancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourat, ditangkap polisi di Wamena pada 6 Agustus 2014, ada empat orang Papua, termasuk Akilo Logo penerjemah si wartawan, juga ditangkap. Tiga dari empat orang tersebut dibebaskan. Dandois dan Bourrat juga dibebaskan pada 2 November 2014 sesudah jalani hukuman 2.5 bulan penjara karena memakai visa turis buat kerja jurnalistik. Hanya satu masih ditahan polisi: Areki Wanimbo.
Areki Wanimbo adalah kepala suku besar dari Lanny Jaya, pernah menjadi guru SD di Nduga dan saat ini menjabat sebagai sekretaris Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Gereja-gereja Injili (YPPGI) di Nduga. Ia dijerat pasal KUHP makar 106 dan konspirasi 110.
Ceritanya, Dandois dan Bourat ingin meliput di Pirime, Lanny Jaya, dimana terjadi kontak senjata antara Enden Wanimbo dari Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) dengan polisi Indonesia. Mereka datang ke rumah Areki Wanimbo, buat minta nasehat soal pergi ke Pirime. Wanimbo tak menganjurkan kedua wartawan itu pergi. Alasannya, situasi tidak aman.
Enden Wanimbo mantan kepala sebuah sekolah menengah di Tiom, Lanny Jaya. Dia dulu ikut memperjuangkan agar Lanny Jaya berpisah dari Kabupaten Jayawijaya. Harapannya, dia bisa jadi kepala dinas pendidikan. Usaha tersebut berhasil pada 2008 ketika Dewan Perwakilan Rakyat setuju pembentukan Lanny Jaya. Namun Enden kecewa karena dia tak dijadikan kepala dinas. Enden masuk hutan dan gabung dengan Puron Wenda dari TPN-OPM.
Pada 28 Juli 2014, pihak Enden Wanimbo menghubungi polisi yang biasa jual amunisi –sesuatu yang sering terjadi di Papua– dan sepakat bertemu di kampung Indawa, Lanny Jaya, buat jualan. Ketika bertemu di Indawa, Enden lewat teropong curiga ada mobil lain datang ke arah transaksi. Dia curiga hendak disergap. Mereka langsung menembak polisi-polisi yang hendak jual amunisi, menurut Enden. Dua anggota polisi tewas dan enam lainnya luka-luka.
Tak lama berselang, polisi dan tentara bikin operasi buat menangkap Enden Wanimbo. Ini bikin ketakutan di beberapa kampung sesudah beberapa honai dibakar. Laporan gereja mengataka,n ratusan warga mengungsi ke Tiom dan Wamena hingga awal Augusts. Dandois dan Bourrat hendak meliput peristiwa ini. Namun di Wamena, polisi menangkap kedua wartawan tersebut sesudah berkunjung ke rumah Areki Wanimbo. Polisi mengatakan mereka dicurigai menjual amunisi kepada Enden Wanimbo.
Wanimbo adalah nama marga yang besar di Pegunungan Tengah. Ada banyak orang pakai marga Wanimbo. Areki Wanimbo tak punya hubungan darah dengan Enden Wanimbo. Areki dicurigai menyembunyikan bahan peledak.
Namun dalam surat perintah penahanan, 7 Agustus 2014, pasal yang dikenakan hanya tindak pidana keimigrasian. Ini janggal karena Areki Wanimbo tak kenal dengan kedua wartawan Perancis tersebut sebelum mereka datang ke rumahnya di Wamena pada 6 Agustus. Ia baru dikenakan pasal makar ketika diperiksa di Polda Papua pada 19 Agustus 2014.
Merasa diperlakukan tak adil, Areki Wanimbo mengajukan gugatan pra peradilan kepada Kapolri, Kapolda Papua, dan Kapolres Jayawijaya. Sidang putusan berlangsung pada 17 September 2014 di Pengadilan Negeri Wamena dengan hakim tunggal Behinds Jefri Tulak.
Areki Wanimbo didampingi kuasa hukum dari Aliansi Demokrasi untuk Papua, Latifah Anum Siregar. Sehari sebelum putusan, Anum mendapat serangan saat akan kembali ke hotel tempatnya menginap di Wamena. Tangan kirinya ditikam, tas berisi dokumen dirampas. Hingga kini polisi belum menemukan pelaku penyerangan.
Pengadilan berlangsung sangat diskriminatif. Hakim Behinds Jefri Tulak hanya dengar kesaksian dari polisi serta tak menghadirkan saksi prinsipal. Tidaklah aneh jika kemudian Tulak menolak gugatan pra-peradilan Areki Wanimbo. Masyarakat sipil di Wamena melaporkan hakim Tulak ke Komisi Yudisial karena dianggap tak memberi rasa keadilan.
Pada 4 Desember 2014, Areki Wanimbo dipindahkan dari tahanan Polda Papua di Jayapura ke penjara Wamena. Dalam proses menunggu sidang dirinya di Pengadilan Negeri Wamena, kami melakukan wawancara singkat dengannya. Berikut petikannya:


IMG-20141205-WA0007Areki Wanimbo di penjara Wamena: “Istri saya, Tena Wakerkwa, sambil menangis susul saya ke Jayapura.” (Credit: Asrida Elisabeth)

Bagaimana Bapa bisa ditangkap?
Tanggal 6 Agustus 2014, saya ditangkap bersama dua wartawan asing yang menemui saya di rumah. Mereka datang tanpa konfirmasi. Saya tak tahu tujuan kedatangan mereka. Saya juga tak tahu kapan mereka tiba di Wamena, dimana penginapan, dan dari mana mereka datang.
Mereka tanya siapa saya. Saya jawab Kepala Suku Adat Lanny dan Nduga. Saya biasa selesaikan masalah besar di Pegunungan Tengah. Mereka minta saya izinkan mereka ke Pirime, Lanny Jaya. Situasi di sana sedang tidak baik, maka saya tidak izinkan mereka pergi. Sekitar 30 menit mereka bicara di rumah saya.
Selesai bicara, mereka pulang dan akhirnya ditangkap polisi. Selang satu jam kemudian, saya ditangkap di rumah. Ada tujuh mobil sudah parkir di jalan dan satu mobil masuk ke halaman rumah.
Polisi-polisi itu masuk ke dalam pakai topi tudung, moncong senjata diarahkan ke saya, siap mau tembak, begitu. Ada enam polisi masuk ke rumah, sisanya jaga di luar. Kejadiannya jam 1 siang.
Mereka tanya saya, ‘Kau punya nama siapa? Kau Areki?’
Saya jawab, ‘Siap, saya Areki.”
Lalu mereka masuk ke rumah dan memeriksa seluruh isi rumah. Mereka ancam anak-anak di dalam rumah tidak boleh lari, semuanya disuruh duduk di halaman.
Mereka periksa semua kamar dan barang-barang. Naik plafon rumah, periksa WC, juga kolam ikan. Ikan-ikan sampai mati karena airnya dikuras semua.
Setelah itu mereka bawa saya ke Polres Jayawijaya. Mereka tanya banyak hal. Kapolres Jayawijaya (Adolf Rudi Beay) juga tanya-tanya saya. Padahal sebelumnya mereka bilang mau tanya saya sedikit saja di kantor polisi, setelah itu dipulangkan.
Saat di Polres, penyidik pertama yang periksa saya, tanya seluk beluk saya. Dia banting kursi dan meja, tokok dinding, hambur kertas. Dia bilang sama saya, ‘Babi anjing kau, kau punya muka nanti saya belah dua baru tahu. Kamu saya kasih racun saja habis kau.’
Pernyataan itu menjadi catatan bagi saya. Saya jadi mengerti cara itu yang mereka pakai untuk menghabiskan orang Papua. Saya sebagai anak daerah sedih. Perlakuan mereka begitu yang membunuh anak-anak Papua. Saat dibawa ke bagian Reskrim, saya menangis sedih akan nasib orang Papua.

Berapa lama Bapa ditahan?
Saya ditahan sampai 20 hari di Polres Wamena. Kemudian saya dibawa ke Jayapura dengan borgol di tangan. Di Jayapura saya ditahan 40 hari. Jadi saya ditangkap karena dikira kerjasama dengan orang Barat itu. Padahal saya ini bodoh bahasa Inggris. Saya tidak tahu siapa mereka.
Wartawan asing ini datang kepada saya. Mereka mau minta izin ke Pirime. Mungkin mau ambil gambar dan lain-lain. Kejadian di Pirime sebenarnya saya tidak terlibat. Yang saya tahu TPN-OPM di sana baku tembak dengan TNI dan Polri. Akibatnya beberapa warga desa mengungsi dan sampai hari ini belum masuk kampung.

Jadi bagaimana wartawan asing bisa tahu Bapa?
Mereka tahu saya dari Akilo Logo. Mereka tanya dia, ‘Bagaimana bisa ke Pirime dan harus lewat siapa?’ Akilo Logo tahu saya kepala suku Lanny-Nduga, maka dia berpikir saya bisa cari jalan. Makanya Akilo Logo bawa wartawan asing itu kepada saya. Waktu itu saya bilang kalau peristiwa di Pirime itu bukan urusan saya.

Bagaimana latar belakang hidup Bapa dan keluarga?
Saya pernah bekerja sebagai guru SD YPPGI Pirime, kemudian di PSW YPPGI bagian tata usaha. Saya juga menjabat kepala suku besar Lanny dan Nduga.
Saya punya istri satu dan anak tiga orang. Waktu saya ditangkap, anak saya paling kecil masih umur dua tahun. Istri saya, Tena Wakerkwa, sambil menangis susul saya ke Jayapura. Selama 40 hari dia tinggal di Jayapura. Anak saya paling kecil dijaga kakaknya yang SMP.
Saya punya adik kandung, namanya Yunus Wanimbo. Dia baru datang dari Jayapura ke Wamena setelah selesai pendidikan sarjana hukum. Dia sakit-sakitan. Jadi saya harus perhatikan dia. Tapi karena polisi tangkap saya, saya tak bisa perhatikan dia sampai akhirnya dia meninggal.
Adik bungsu saya, Weminus Wanimbo juga meninggal karena sakit. Saya tidak ada di tempat karena sudah ditangkap. Keluarga saya ikut jadi korban karena penangkapan ini.
Anak-anak saya sekarang sudah putus sekolah karena tidak ada uang. Sejak saya ditangkap, isteri saya ke Jayapura jadi tak bisa urus anak-anak. Kami sudah tidak punya biaya lagi. Kondisi keluarga saya terlantar sekarang.
Mereka sedih karena saya sudah tidak di rumah. Saya juga tak bisa cari uang karena dipenjara. Selama ini saya yang menafkahi keluarga. Saya juga sudah tinggalkan pekerjaan sebagai kepala suku. Masyarakat membutuhkan saya dalam mengatasi permasalahan mereka. Mereka berharap saya segera dibebaskan.

Elisa Sekenyap adalah reporter Warga Noken dan Asrida Elisabeth adalah sutradara film “Tanah Mama” dari Wamena.

Tuntutan Papua merdeka terus dikobarkan

Tuntutan Papua merdeka terus dikobarkan

  • 30 November 2014
Benny Wenda
Benny Wenda dalam wawancara khusus dengan BBC di suatu balai masyarakat di Oxford.
Dalam tempo kurang dari dua tahun kelompok separatis Free West Papua pimpinan Benny Wenda membuka kantor di beberapa negara, termasuk Belanda dan Australia menyusul pembukaan kantor pertama di kota Oxford, Inggris pada April tahun 2013.
Misi kantor-kantor itu setidaknya ada dua.
"Kantor ini dibuka untuk mendidik dunia untuk mengerti dan di sini menampung suara rakyat Papua. Setelah itu kita menyampaikan kepada dunia," kata Benny Wenda dalam wawancara khusus dengan BBC di Oxford.
Di kota tersebut, Benny Wenda menetap sejak kabur dari tahanan di Papua pada 2002. Salah satu kasus yang dihadapi saat itu adalah pengerahan massa untuk membakar kantor polisi.
"Mendidik dunia" adalah istilah yang kerap ia gunakan untuk mendiskripsikan bahwa dunia sudah "dibohongi" tentang penentuan status Papua, atau dulu Irian Barat, lewat Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969.

'Tak ada unsur baru'

Pria kelahiran Lembah Baliem, Papua 40 tahun lalu itu menyebut hasil Pepera, yang mendukung integrasi Irian Barat ke dalam wilayah Indonesia dan hasilnya diterima PBB, tidak dapat diterima karena tidak ditempuh dengan cara satu orang satu suara.
Dalam analoginya, hal itu bisa dijadikan landasan untuk mengatakan bahwa Indonesia adalah "penjajah" di Papua. Dan analogi itu menjadi salah satu amunisi Benny Wenda untuk memaparkan kepada publik mengapa Papua harus berpisah dari Indonesia. Ini antara lain dilakukannya ketika mengadakan tur dunia pertamanya yang meliputi negara-negara Pasifik, Australia, Selandia dan Amerika Serikat setelah namanya dicabut dari daftar Interpol pada Agustus 2012.
Lobi-lobi dilakukan di tingkat pemerintah, parlemen, organisasi maupun individu. Benny mengklaim dukungan terus mengalir setelah diadakan pendekatan-pendekatan.
"Sekarang ini dunia mulai. Kenapa harus kita berjuang karena dunia sekarang mengerti kenapa rakyat ingin berjuang, akar masalahnya apa."
Namun pemerintah Indonesia menganggap kampanye yang diadakan di luar negeri untuk memisahkan Papua dari Indonesia tidak mengandung unsur baru.
"Apa yang dilakukan mereka adalah apa yang biasa mereka lakukan. Kadang-kadang apa yang mereka lakukan misalnya seperti sesuatu yang sangat besar, tapi sebenarnya tidak," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
"Sementara itu apa yang dilakukan pemerintah Indonesia lebih terfokus pada pembangunan di Papua. Papua adalah bagian dari Indonesia. Orang Papua adalah bagian dari bangsa Indonesia," tambahnya.

Pembangunan

Benny Wenda
Benny Wenda mengadakan protes di London bertepatan dengan pertemuan tahunan perusahaan tambang Rio Tinto pada 2010.
Retno Marsudi menuturkan berdasarkan hasil pemantauan gerakan kelompok separatis Papua di Belanda ketika ia masih menjabat sebagai Dubes RI, aktivis Papua merdeka menampilkan sesuatu yang sudah tidak sahih.
"Kita semua punya dasarnya dan saya kira suatu kasus yang mungkin terjadi dulu sekali, bertahun-tahun yang lalu kemudian diungkapkan lagi, diungkapkan lagi seolah-olah Indonesia tidak pernah maju. Dan itu bukan sesuatu yang sebenarnya terjadi di Papua.
Oleh karena itu kita juga memberikan informasi-informasi mengenai pembangunan di Papua yang lebih valid, yang lebih terkini," jelas Retno Marsudi.
Pandangan menteri luar negeri didukung oleh mantan aktivis Papua merdeka, Nicholas Messet. Setelah memperjuangkan pemisahan diri selama 40 tahun dari pengasingannya di Swedia, tokoh masyarakat Papua itu memutuskan pulang ke Provinsi Papua.
"Silakan saja mereka mau berjuang sampai akhir dunia kiamat. Silakan saja. Itu hak-hak mereka. Tapi saya pikir kalau berjuang dari sana dan orang Papua dalam negeri pikir bahwa sudah baik tinggal dengan Indonesia, apa guna mereka berjuang di sana," kata Nicholas Messet kepada Rohmatin Bonasir.
Kekerasan, yang diduga terkait tuntutan pemisahan Papua dari Indonesia, muncul kembali yang mengakibatkan korban jatuh di pihak aparat keamanan dan warga sipil.
Agustus lalu digelar demonstrasi di Jayapura untuk mendukung pembukaan cabang kantor OPM di Belanda.
Meskipun organisasi tersebut telah membuka beberapa kantor cabang, pendiri Free West Papua, Benny Wenda, tidak mengizinkan BBC melakukan wawancara di kantornya di kawasan Oxford Timur maupun mengambil gambar kantor dengan alasan keamanan.
Laporan audio dapat Anda simak dalam Bincang yang disiarkan puluhan radio FM mitra BBC di Indonesia, 1 Desember, dan juga di situs BBCIndonesia.com.

Rabu, 21 Januari 2015

Raja Ampat "The Best Destination for Adventure 2015"

Penulis : Admin MS | Rabu, 21 Januari 2015 21:38 Dibaca : 232    Komentar : 0
Pergi ke Raja Ampat. Foto: Ist

Jayapura, MAJALAH  SELANGKAH --  Keindahan pemandangan alam bawah laut serta gugusan pulau yang alami di Raja Ampat Provinsi Papua Barat dinilai yang paling terbaik di dunia oleh Majalah Pariwisata Terkenal Mondo di Helsinki.

Pasalnya, Raja Ampat terpilih sebagai "The Best Destination for Adventure 2015"untuk kategori Adventure dalam pameran pariwisata Eropa Utara dan Baltik "Matka Nordic Travel Fair 2015"  yang digelar di Helsinki pada 15-18 Januari lalu.

Sekretaris Pertama Bidang Pensosbud KBRI Helsinki, Made P Sentanajaya seperti dirilis Antara mengatakan, penghargaan itu diserahkan oleh Editor in ChiefMajalah Mondo, Kati Kelola, kepada perwakilan KBRI Helsinki di Stand Indonesia di Matka 2015.

Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Helsinki telah berpartisipasi pada Pameran Pariwisata Matka Nordic Travel Fair yang dilangsungkan di Helsinki Exhibition and Conference Center untuk ketujuh kalinya secara berturut-turut.

Pada Matka 2015 kali ini Stand Indonesia mengambil tema "Heritage of Indonesia"  yang menampilkan dekorasi utama Gunungan Wayang Raksasa serta deretan Wayang Kulit Indonesia, dengan dilengkapi patung Hanoman sebagai salah satu figur yang cukup terkenal dalam dunia pewayangan.

Pemilihan tema "Heritage of Indonesia" dimaksudkan agar pengunjung stand Indonesia dapat lebih mengenal salah satu kebudayaan Indonesia yang diakui oleh organisasi dunia, UNESCO, sebagai warisan budaya tak benda yang bernilai tinggi.

Selain itu, dua Biro Perjalanan Indonesia dari Stockholm dan Bali juga turut berpartisipasi di Stand Indonesia dengan mempromosikan paket-paket wisata dan daerah tujuan wisata di Indonesia.

Kehadiran Indonesia pada Matka 2015 juga ditandai dengan pertunjukan budaya Indonesia yang ditampilkan oleh kelompok budaya Indonesia yang ada di Finlandia yakni Bhinneka Indonesia dan Banyu Petak Indonesia Helsinki.

Pertunjukan tiga tarian tradisional Indonesia, Bajidor Kahot, Puspanjali dan Jaipong oleh Bhinneka Indonesia dan Banyu Petak mampu memikat perhatian ratusan pengunjung yang menyaksikan pertunjukan tersebut di panggung utama Matka 2015.

Partisipasi Indonesia pada pameran pariwisata Matka 2015 merupakan upaya strategis untuk merebut pasar wisatawan dari Finlandia dan negara-negara lain di sekitarnya.

Penduduk Finlandia berjumah 5,4 juta jiwa dan sangat gemar untuk melakukan perjalanan wisata ke luar negeri. Setiap tahun setidaknya penduduk Finlandia melakukan perjalanan wisata ke luar negeri sebanyak 10 juta kali.(Antara/GE/Admin/MS)

Pemerintah dan DPR Tuntut Freeport Bangun Smelter di Papua

Penulis : Admin MS | Jum'at, 16 Januari 2015 22:23 Dibaca : 734    Komentar : 3
Pertambangan emas PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua. Foto: Ist

Jakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menuntut komitmen PT Freeport Indonesia membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di wilayah Papua.

Ini dilakukan dalam rangka memberikan kontribusi lebih bagi pengembangan ekonomi kawasan tersebut.

"Nantinya (rencana) pembangunan smelter di Papua itu akan dimasukkan ke dalam draft amandemen kontrak karya Freeport," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, R. Sukhyar di Jakarta, Kamis malam (15/1/15) seperti dirilis CNN Indonesia.

Desakan ini, tegas Sukhyar, bukan semata-mata terkait dengan perpanjangan izin pengelolaan pertambangan yang tengah diupayakan oleh perusahaan tambang mineral asal Amerika Serikat tersebut. Menurutnya, tuntutan tersebut dilatarbelakangi oleh permintaan Pemerintah Daerah Papua yang menginginkan adanya pengembangan perekonomian daerah melalui pembangunan smelter.

"Memang pembangun smelter tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat. Pasalnya ada sejumlah hal yang harus diperhatikan seperti ketersediaan infrastruktur, pasokan listrik serta industri asam sulfat yang menampung sisa produksi smelter. Tapi mereka harus menyetujui hal ini dan kami tidak memberikan batas waktu," tuturnya.

Pada kesempatan berbeda, Anggota Komisi VII Dewi Yasin Limpo mengatakan, pemerintah harus dapat mendesak Freeport segera membangun smelter di Papua. Ini mengingat perusahaan tersebut sudah diberi kemudahan oleh pemerintah untuk dapat melakukan ekspor konsentrat tembaga.

Limpo menegaskan, untuk jenis mineral olahan lain, seperti bauksit, sudah tidak diperbolehkan ekspor sejak tahun 2014.

"Kami melihat ada diskriminasi perlakuan terhadap satu jenis mineral dengan mineral lain. Kalau perlu, kontrak Freeport jangan diperpanjang kalau mereka tidak membangun smelter di Papua," katanya.  (CNN Indonesia/GE/Admin/MS)

NASIONAL & INTERNASIONAL > MSG

Penulis : Yermias Degei | Selasa, 20 Januari 2015 19:32 Dibaca : 717    Komentar : 5
Para pemimpin West Papua saat menandatangani Deklarasi Saralana. Foto: Ist

Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Juru Bicara  Internasional Unitied Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Persatuan Pergerakan Pembebasan untuk Papua Barat, Benny Wenda mengatakan, pihaknya akan mengajukan permohonan untuk bergabung dengan Melanesian Spearhead Group (MSG) pada bulan Februari 2015 mendatang.

Benny Wenda mengatakan, setelah tawaran terbaru diajukan, kampanye besar-besaran akan diluncurkan untuk mencoba mendapatkan pengakuan Papua Barat.

"Kami sangat senang dan saya benar-benar percaya diri. Orang-orang kami kembali ke rumah dan sudah mendukung. Itu sebabnya, saya berharap bahwa ini juga benar-benar positif bagi perjuangan kami dan saya berharap saudara-saudara kita di Melanesia dan di Pasifik akan berdoa untuk ini,"  tutur Benny Wenda dikutip radionz.co.nz, 19 Januari 2015.

Diketahui, ini adalah rekomendasi Simposium di Saralana, Port Villa, Vanuatu, 30 November 6 Desember 2014 lalu.

Simposium di Saralana digelar sesuai keputusan yang dibuat oleh MSG di Papua New Guinea (PNG) pada Juni 2014 lalu. MSG meminta pemimpin organisasi perjuangan kemerdekaan Papua Barat harus lebih dahulu bersatu.

Kini, tiga faksi besar perjuangan Papua Barat, Negara Republik Federal West Papua (NRFPB), West Papua Natioanal Coalition For West Papua (WPNCL), West Papua Natioanal Parliament (WPNP/New Guinea Raad) telah bersatu di Saralana dan melahirkan ULMWP. (Baca: Ini Naskah Deklarasi Persatuan West Papua di Vanuatu).

Setelah bersatu, mereka telah menyatakan untuk mengajukan kembali aplikasi ke MSG melalui badan baru ini, ULMWP. (Yermias Degei/MS)